Mengenal Lebih Dalam Sejarah Seni Tarawangsa Rancakalong di Sumedang

- 2 Maret 2024, 18:11 WIB
Momen Sandiaga Salahuddin Uno, sedang menari mengiringi alunan musik Tarawangsa di Sumedang.
Momen Sandiaga Salahuddin Uno, sedang menari mengiringi alunan musik Tarawangsa di Sumedang. /kabar-sumedang.com/Taufik Rohman /

 

KABAR SUMEDANG - Seni Tarawangsa merupakan salah satu warisan budaya dari wilayah Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. 

Sebagaimana diketahui, Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah yang kaya akan potensi budaya dan seni. Dari sekian banyak potensi tersebut, di antaranya adalah seni Tarawangsa Rancakalong.

Seni Tarawangsa ini memang bukan dimiliki oleh Kabupaten Sumedang saja, melainkan dimiliki juga oleh beberapa daerah lainnya di Jawa Barat. 

Baca Juga: Cerita Tentang Desa Kecil di Kaki Gunung Rengganis, Dulunya Pernah Dijadikan Ibu Kota Sumedang

Namun khusus Seni Tarawangsa Rancakalong, alat musik Tarawangsa ini konon dulunya hanya dijadikan sebagai alat untuk menyembunyikan benih padi hasil curian di Mataram.

Seperti dikisahkan dalam sebuah Buku Dokumentasi Potensi Budaya Sumedang, yang ditulis oleh salah seorang Budayawan Sumedang Tatang Sobana.

Dalam buku dokumentasi tersebut diriwayatkan, bahwa Tarawangsa di Rancakalong ini, mulai ada sekitar tahun 1550 pada saat Sumedang berada di bawah kekuasaan Mataram.

Baca Juga: Mengenang Sosok Pangeran Kornel, Legenda Jalan Cadas Pangeran di Sumedang

Kala itu, konon kehidupan masyarakat di Rancakalong sedang didera bencana kelaparan gara-gara tanaman padi warga di sana mengalami gagal panen akibat kemarau panjang dan serangan hama.

Sebagaimana dikisahkan dalam buku tersebut, lamanya bencana kekeringan kala itu, membuat warga Rancakalong banyak yang mengalami kelaparan.

Untuk mengantisipasi bencana tersebut, saat itu warga pun mencoba untuk menamam hanjeli sebagai tanaman alternatif pengganti padi. 

Baca Juga: Mitos Tentang Gunung Kunci di Sumedang, Benarkah Sepasang Kekasih Tidak Boleh ke Sana?

Tanaman hanjeli ini, memang cukup berhasil, namun sayang keberhasilan itu justru malah menimbulkan petaka. Di mana, menurut cerita, pada saat warga di sana sukses bertani hanjeli, tiba-tiba dikisahkan ada seorang anak yang terperosok ke dalam tumpukan hanjeli di sebuah tempat penggilingan hingga anak tersebut meninggal dunia.

Sejak adanya kejadian tersebut, masyarakat akhirnya berubah pikiran dan berniat kembali menanam padi sebagai makanan pokok mereka. 

Namun yang jadi persoalan, pada saat itu masyarakat di Rancakalong Sumedang justru mengalami kesulitan untuk mendapatkan benih padi yang berkualitas baik.

Baca Juga: Menelisik Benteng Peninggalan Hindia Belanda di Gunung Palasari Sumedang

Untuk mencari solusi dari masalah tersebut, masyarakat di Rancakalong akhirnya mengadakan musyawarah, hingga munculah ide untuk mencari benih padi ke Mataram.

Seusai hasil kesepakatan dalam musyawarah, masyarakat di Rancakalong, akhirnya mengutus sejumlah warganya untuk ditugaskan mencari benih padi ke Mataram.

Singkat cerita, para utusan tersebut berhasil mendapatkan benih padi. Dan menurut sebuah versi, benih padi yang diperoleh para utusan itu konon didapat dari hasil mencuri.

Baca Juga: Syarat Keindahan Alam, Berikut 5 Rekomendasi Wisata Paling Hits di Sumedang

Sehingga untuk membawa benih itu ke Sumedang (Rancakalong), para utusan terpaksa harus membuat alat musik jentreng dan Tarawangsa. Alat musik ini sengaja mereka buat untuk menyembunyikan benih padi yang telah mereka dapat agar bisa aman untuk dibawa ke Sumedang.

Dalam perjalanan pulang ke Sumedang, mereka (para utusan) bertindak seolah-olah sedang mengamen. Sampai akhirnya, mereka pun berhasil selamat membawa benih padi itu ke Sumedang. 

Sejak itulah, warga Rancakalong di Kabupaten Sumedang bisa kembali memulai bertani padi, dan hidup sejahtera karena hasil panennya selalu melimpah. 

Baca Juga: Cocok untuk Hunting Foto, Empat Rekomendasi Wisata Paling Instagramable di Sumedang

Karena kedua alat musik itu dianggap sangat berjasa, maka sampai sekarang Jentreng dan Tarawangsa tersebut, tetap dilestarikan dan dijadikan kesenian khas Rancakalong, Sumedang.***

Editor: Taufik Rochman (Kabar Priangan)


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah